Kamis, 26 November 2020

Biografi Ustadz Rahmad Fauzi Lubis S.Pd.I M.Pd

 Biografi Ustadz Rahmad Fauzi Lubis Murid Kesayangan Ustadz Bangkok yang kini Populer dan Viral di Yutub


Rabu, 15 April 2020 22:04..

   




Ustadz Fauzi Lubis yang kini banyak muncul di Youtube.

Samawat.CO.ID - Biodata dan profil lengkap Ustadz Rahmad Fauzi Lubis kini banyak dicari netizen (warganet).

Ustaz Fauzi Lubis adalah santri kesayangan  ulama karismatik, Buya Hasan Tanjung Lc, yang kini sangat populer dan viral di YuTub

Lalu siapa sebenarnya sosok Ustadz Fauzi Lubis Da'i Muda Milenial Moderat kocak yang kini menjadi primadona di YuTub?

Ustadz Rahmad Fauzi Lubis atau lebih dikenal dengan Ustadz Fauzi Lubis adalah salah satu Da'i Muda (NU) yang berasal dari Desa Manegen, Kec. Padang Sidempuan Tenggara, Kota Padang Sidempuan, Provinsi Sumutra Utara, Indonesia, Dunia.

Ustadz Fauzi Lubis dikenal sebagai salah satu Dosen Muda sekaligus Da'i Milenial yang mampu mampu memberikan warna tersendiri dalam dakwah beliau dan kini menetap dikota Pekanbaru Riau.

Dilansir Samawat.co.id dari situs blabla. Pekanbaru yang berjudul Fauzi Lubis: Dalam pengabdian. Adalah terpilih menjadi Dosen terbaik pada tahun 2019.

Ustadz Fauzi Lubis merupakan salah satu Muballigh yang bergelar Magister ( yang berpendidikan S2) tercatat sebagai Da'i Resmi dengan index 932 di MDI (Majelis Dakwah Islamiyah) kota Pekanbaru.

Pada sebuah kesempatan Prof Dr Khairunnas Rajab berkata, “Ust Fauzi ini bisa menyampaikan tausyiah dengan humor namun tetap padat dengan materi.

Ustadz Fauzi Lubis keturunan Namora Pande Bosi, Profesi ayahnya seorang Pandai Besi, Saparuddin Lubis dari Desa Manegen, Psp Tenggara, Kota Psp, Sumut, sebuah desa yang terletak di perbatasan antara Psp dan Batang Angkola.

Dari silsilah keluarga ayah, dari buyut hingga generasi keempat kini merupakan orang orang yang agamis.

Sedangkan silsilah keluarga dari garis ibu, Ustadz Fauzi Lubis merupakan silsilah kelurga Besar Parsalakan, Ibunya berasal dari Desa Rimba Soping, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Padang Sidempuan.


Pendidikan

Ustadz Fauzi Lubis sejak kecil mulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Quran di bawah asuhan ayahnya sendiri.

Di usia yang masih sangat belia, ia telah mengkhatamkan al-Quran dari gurunya yang waktu itu ngaji ke rumah guru yang bersangkutan.

Memang, dari kecil sudah nampak kecondongannya ke agama dan cinta relegius

Menginjak usia remaja, ayahnya memasukkannya ke Pondok Pesantren Al- Anshor, asuhan Buya H. Sahdi Lubis, Lc. yang berada di Desa Manunggang Kec Psp Tenggara, Kota Psp. Sekitar 10 km arah Padang Sidempuan dari Mandailing.

Di Al-Anshor inilah Ustadz Fauzi terlihat sangat menonjol dalam ilmu syariat seperti fikih, hadits dan tafsir.

Saat mondok di sana pula ustadz fauzi belajar mendalami dirosah sastra.

Tapi Ustadz Fauzi tak lama dipondok ini, karena masih merasa kehausan ilmu ustadz fauzi memutuskan untuk hijrah kepondok Pesantren Syeikh Mhd Baqi Babussalam Basilam baru. Dibawah pengasuh Ustadz H.Asri Arifin, SH. yang Guru besarnya ketika itu adalah Buya Ma'badil Juhani atau yang sering kami sebut Buya basilam.

Dalam berbagai kesempatan, ia sering mendampingi gurunya Ustadz H. Hasan Tanjung, Lc.

Mulai dari sekadar berbincang santai, sampai mengawani Ustadz Hasan Tanjung Lc berceramah kemana mana dari kta hingga pelosok terpencil. Yg memang ketika itu tahun 2004 Usatz Hasan sudah terkenal sebagai ustadz kondang, namun ketika itu belum ada yang masuk media.

Pada suatu ketika Ustadz Hasan Tanjung Lc menguji Ustadz Fauzi Lubis, ketika protokol sudah memanggil penceramahnya, Ustadz Hasan tanjung lantas menyuruh ustadz Fauzi saja yg berceramah. Tanpa ada membantah Ustadz Fauzi pun berceramah sangat piawai membius jamaah, layaknya Ustadz Hasan Tanjung Lc. Sehingga taulah Ustadz Hasan bahwa Ustadz Fauzi memiliki bakat yang sangat hebat dalam berceramah.

Selain itu juga kerap dijadikan contoh teladan oleh guru gurunya. Ustadz Fauzi selalu menyampaikan ceramah saat hari hari besar di Pondok baik dalam bahasa arab maupun bahasa indonesia.

Setelah Jago ceramah, diangkat menjadi guru Kaligrafi di Pondok, atas arahan ayahandanya beliau kembali lagi berhijrah ke Pondok Pesantren Darul Ikhlash Dalan Lidang Panyabungan di Mandailing Natal.

Gairah Tholabul Ilminya semakin meningkat, beliau dikenal sebagai singa podium dipondoknya, karena meraih juara 1 pidato ketika itu. Selain menjadi santri di Pondok Darul Ikhlash, beliau juga aktif belajar dan berMuzakaroh di Pondok Pesantren Musthofawiyah Purba baru.

Setelah selesai pendidikanya dipondok beliau hijarah lagi menuju kota Pekanbaru dan kuliyah mengambil jurusan tarbiyah di UIN Suska Riau dengan berbekal serta terbatas dan tinggal diMasjid.

Dengan penuh kesabaran dan memiliki mental baja maka 2014 beliau menyelesaikan pendidikan Starata satunya(S1) dengan Prestasi yang Best Ob The Best sangat mengagumkan.

Tidak sampai 7 bulan setelah selesai S1 maka Ustadz Fauzi Lubis pun bertekat bulat untuk mengambil S2 di Universitas yang sama, Selama S2 beliau sangat sederhana, menjadi Imam, berceramah dimana mana demi untuk bisa menyelesaiakn kuliyahnya. Alhamdulillah harapan manis itupun tercapai tahun 2016 beliaupun diberikan gelar Magister Pendidikan...
Jadi nama panjang beliau
Rahmad Fauzi Lubis, S.Pd.I.MPd.




Kamis, 13 Februari 2020

Kamis, 16 Januari 2020

5 Pesan Ustadz Fauzi Lubis kepada Dewi Tanjung yang Mengkritik orang baik-baik demi mencapai ketenaran.

5 Pesan Ustadz Fauzi Lubis kepada Dewi Tanjung yang Mengkritik orang baik-baik demi mencapai ketenaran.

Saya tidak kenal kamu siapa juga demikian kamu juga tidak kenal saya, tapi sesama muslim saya merasa terpanggil untuk menasehati kamu.
5 pesan ini semoga bisa membuatmu melupakan ketenaran dengan cara yang salah.
1. Tidak ada kesalahan sedikit pun yang kamu lakukan. itulah yang kerap dilontarkan oleh yang sepaham dengan kamu, tapi maaf saya tidak sependapat dengan itu, kamu segera minta maaf.
2.Jangan usik hidup orang lain yang tidak pantas kamu usik, urus saja hidupmu jangan2 belum kelar. Kamu seolah olah lebih hebat dapi yang kamu kritik, tapi nyatanya Nol besar.
3.Kesabaran ada batasnya, jangan membangunkan macan tidur. Saya hanya mengingatkan saja, Ummat akan gusar, marah ketika yang mereka idolakan kamu kritik lagian ngapa sihh jangan2 kamu mimpi lagi.
4. Saya hanya mengingatkan jangan benci dengan orang-orang baik tak pantas, semakin kebencian itu menguasaimu, semakin menderita hidupmu, faham !
5. Banyak jalan menuju roma, artinya banyak jalan menuju tenar. Saya berperansangka baik saja. Kamu hanya ingin tenar dengan mengkritik beliau namun usahamu akan gagal.bertaubatlah.......
Tks 

Selasa, 14 Januari 2020

PULANGLAH WAHAI ANAKKU By FAUZI LUBIS M.Pd.


Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Allah SWT
Rahmad Fauzi Lubis, S.Pd.I. M.Pd

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ

Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Allah ta’ala
Segala puji ku panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.
Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.

Wahai anakku …
Surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini.
Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.
Wahai anakku …
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Wahai anakku …
25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.
Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.
Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.
Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.
Anakku …
Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu.
Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku. Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.
Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Wahai anakku …
Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.
Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selau memperhatikan dirimu, hari demi hari, hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu, wahai anakku…
Tatkala itu, aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan, demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu anakku, semakin dekat pula hari kepergianmu.
Tatkala itu, hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka. Tangis telah bercampur pula dengan tawa.
Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan… karena engkau telah mendapatkan jodoh… karena engkau telah mendapatkan pendamping hidup… Sedangkan sedih karena engkau adalah pelipur hatiku, yang akan berpisah sebentar lagi dari diriku.
Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu.
Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam, seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang ku lewati, hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu. Akan tetapi penantianku seakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku. Setiap suara kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi semua itu tidak ada, penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputus-asaan… Yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan yang selama ini ku rasakan, sambil menangisi diri dan nasib yang memang ditakdirkan oleh-Nya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ