Orang tua
adalah ibu dan bapak yang telah merawat dan menjaga kita dari kecil hingga
dewasa. Orang tua senantiasa mencurahkan kasih sayangnya dan pengorbanan mereka
tiada terkira dan bahkan tak dapat tergantikan. Ibu kitalah yang mengandung
kita selama 9 bulan lamanya. Ayah kita bekerja mencai nafkah untuk kita saat
masih kecil. karena itu lah sudah sepatutnya kita sebagai seorang anak untuk
menyayangi dan mengasihi kedua orang tua.
Islam
sendiri mewajibkan kita sebagai anak untuk taat dan berbakti kepada ibu dan
bapak kita. Apapun yang mereka perintahkan kepada kita (selama bukan
kemasiatan), maka haruslah kita taat dan patuh. Taat pada orang tua akan
membawa kita ke dalam syurga.
Namun
sebaliknya, siapapun anak yang berani kurang ajar dan durhakan kepada kedua
orang tuanya, maka ia diancam dengan neraka jahannam. Hal ini dikarenakan
durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar dan akan mendapatkan murka dari
ALLAH SWT.
Dalil
perihal berbakti dan durhaka kepada kedua orang tua ini banyak dijelaskan dalam
ayat ayat suci Al-Quran dan hadist hadits Rasulullah SAW. Banyak sekali hadits
tentang orang tua dimana isinya menjelaskan bagaimana kita harus berbakti
kepada orng tua dan dilarang untuk membangkang dan durhaka kepadanya.
Disebutkan
pula ganjaran bagi anak yang berbakti dan ancaman bagi anak yang durhaka.
Berbakti dan berbuat baik kepada orang tua bisa dengan cara menyayangi mereka,
menghormati, mendoakan dan berbuat baik kepadanya.
Maka dari
itulah, bagi yang ingin menjadi anak yang birrul walidain, yaitu anak yang
berbakti pada orang tuanya, maka hendaknya melihat apa yang sudah disabdakan
oleh Nabi Muhammad SAW di dalam hadist hadits berbakti kepada orang tua.
Dan
langsung saja, untuk lebih jelasnya mengenai kewajiban berbakti kepada orang
tua, simak berikut ini daftar kumpulan hadits tentang berbakti kepada orang tua
lengkap dalam bahasa arab dan arti/terjemahan Indonesianya.
Hadits
Tentang Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita
Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Read more https://almanhaj.or.id/989-menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua.html
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata; “Seorang laki-laki datang kepa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Dia bertanya lagi; “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita
Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Read more https://almanhaj.or.id/989-menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua.html
‘Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, mengatakan:
سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى
“Aku
bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang
paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa
lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti
kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.”
Lalu
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti
beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟) ثَلاَثًا، قَالُوْا : بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : ( الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ ) وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا ( أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرُ ) مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْتُ لَيْتَهُ سَكَتَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai
dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau
lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada
kedua orang tua.” Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan [pada
tangannya]. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), “Dan juga
ucapan (sumpah) palsu.” Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya
berkata (dalam hati), “Duhai, seandainya beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا
“Ada tiga
jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang
dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada
anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa
yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada
orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” (HR. Ahmad)
عَنْ عَبْدُ الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)
“Dari
Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “
Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu
terletak pada murka orang tua”. (HR. Tirmidzi)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ وَشُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا حَبِيبٌ قَالَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Telah menceritakan
kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Sufyan] dan
[Syu’bah] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Habib] dia berkata.
Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin
Katsir] telah mengabarkan kepada kami [Sufyan] dari [Habib] dari [Abu Al
‘Abbas] dari [Abdullah bin ‘Amru] dia berkata; seorang laki-laki berkata kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Saya hendak ikut berjihad.” Beliau lalu
bersabda: “Apakah kamu masih memiliki kedua orang tua?” dia menjawab; “Ya,
masih.” Beliau bersabda: “Kepada keduanya lah kamu berjihad.”
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya
kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan kolega
ayahnya.” (HR. Muslim)
Ada sebuah
kisah, yaitu seseorang dari Bani Salamah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ia bertanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
“Wahai
Rasulullah, apakah masih ada cara berbakti kepada kedua orang tuaku setelah
keduanya meninggal?” Beliau menjawab,”Ya, dengan mendoakannya, memintakan ampun
untuknya, melaksanakan janjinya (wasiat), menyambung silaturahmi yang tidak
bisa disambung kecuali melalui jalan mereka berdua, dan memuliakan
teman-temannya”. [HR Abu Dawud].
جَاءَرَجُلٌ الِرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُهُ فِى الْجِهَادِ.فَقَالَ:اَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ:نَعَمْ،قَالَ فَفِيْهِمَافَجَاهِدْ (رواه مسلم)
Artinya:
“Seseorang laki-laki datang kepada Nabi SAW minta izin hendak ikut jihad
(berperang). Tanya Nabi SAW kepadanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup?
Jawab orang itu, Masih! Sabda beliau, Berbakti kepada keduanya adalah jihad.”
(HR. Muslim)
اَقْبَلَ رَجُلٌ اِلَى نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِوَالْجِهَادِاَبْتَغِى الْاَجْرَمِنَ اللهِ قَالَ: فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ اَحَدٌحَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ بَلْ كِلَاهُمَا،قَالَ: فَتَبْتَغِى الْاَجْرَمِنَ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَارْجِعْ اِلَى وَالِدَيْكَ فَاَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا. (رواه البخارى)
Artinya:”Seorang
laki-laki datang menghadap Rasulullah SAW, lalu dia berkata: Aku bai’at
(berjanji setia) dengan Anda akan ikut hijrah dan jihad, karena aku
menginginkan pahala dari Allah. Tanya Nabi SAW, Apakah orang tuamu masih hidup?
Jawab orang itu, Bahkan keduanya masih hidup. Yanya Nabi SAW, Apakah kamu
mengharapkan pahala dari Allah? Jawabnya, Ya! Sabda Nabi SAW, Pulanglah kamu
kepada kedua orang tuamu, lalu berbaktilah pada keduanya sebaik-baiknya!” (HR.
Bukhari)
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ ثُمَّ رَغِمَ اَنْفُ قِيْلَ: مَنْ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ اَدْرَكَ اَبَوَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِاَحَدُهُمَااَوْكِلَيْهِمَافَلَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ (رواه مسلم)
Artinya:
“Dari Nabi SAW sabdanya: Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka! Lalu beliau
ditanya orang, Siapakah yang celaka, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, Siapa yang
mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari
keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan merawat orang tuanya
sebaik-baiknya).” (HR. Muslim)
عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب ( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “
dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “
diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para
sahabat bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua
orang tuanya?” Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain,
kemudian orang itu membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain,
dan orang itu memaki ibunya. (H.R. Bukhari)
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ مِنَ الْبَغِى وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
”Tidak ada
dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya (di
dunia ini) – berikut dosa yang disimpan untuknya (di akhirat) – daripada
perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang
tua dan kerabat).” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
أَطِعْ أَبَاكَ مَا دَامَ حَيًّا وَلاَ تَعْصِهِ
“Taatilah
ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat.” (HR.
Ahmad)
عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان الله حرم عليكم عقوق الامهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري)
“Dari
Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “Sungguh
Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta
yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci
orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.”
(H.R.Bukhari).
Seorang anak, meskipun
telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban
ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan,
betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban
ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah
ini perlu dikaji secara khusus.
Jalan yang haq
dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul
walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah
satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan
manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti
kepada orang tuanya.
Seperti tersurat
dalam surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah
memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau
membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah,
‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]
Perintah birrul
walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan beribadahlah
kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil
[1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]
Dalam surat
al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka
mengajak kepada kekafiran:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wajibkan
kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak
mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya
kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.
ANJURAN BERBUAT
KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Sedangkan ‘uququl
walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik
berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu
mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan
hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan
adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua
menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak
mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua
orang tuanya yang miskin.
KEUTAMAAN BERBAKTI
KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Aku bertanya
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam
riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian
apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi:
‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]
2. Ridha Allah
Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Darii ‘Abdullah
bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan
murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]
3. Berbakti Kepada
Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Haditsnya sebagai
berikut:
انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا
“ …Pada suatu hari
tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka
berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di
dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian
mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu
lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal
tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah
satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua
orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak
yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu
memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu
hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah
sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur,
lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku
pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas.
Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak
memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku
perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai
keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini
kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya
Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap
wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu
pun bergeser sedikit..”[4]
4. Akan Diluaskan
Rizki Dan Dipanjangkan Umur
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang
ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyam-bung silaturrahimnya.” [5]
Dalam silaturahmi,
yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang
lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada
teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah.
Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun
harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena
dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan
umurnya.
5. Akan Dimasukkan
Ke Surga Oleh Allah ‘Azza wa Jalla
BENTUK-BENTUK
DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
BENTUK-BENTUK
BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
2. Berkata kepada
keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab
ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan
yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
3. Tawadhu’
(rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau
memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina
dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang
tua.
4. Memberi infaq
(shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita
adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang
tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
5 . Mendo’akan
kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
“Wahai Rabb-ku,
kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”
Seandainya orang
tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut
kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah.
Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita
harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran.
Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke
jalan yang benar.
APABILA KEDUA
ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Semoga dengan
memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah
‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar