WASPADA DUA PENYAKIT DI AKHIR ZAMAN OLEH USTADZ
FAUZI S.Pd.I,.M.PD
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ
إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ
أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Bersabda Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti
sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya:
”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian
seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh
kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit
Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu
’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu
Dawud 3745)
APA DUA PENYAKIT ITU ?
Pertama, memandang dunia sebagai sesuatu
yang mudah hilang, lenyap, dan musnah. Dunia adalah sesautu yang kurang, tidak
sempurna dan hina. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi
sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan dan kesengsaraan.
Akhir dari semua masalah duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan
dan kesedihan. Orang yang mengejar kenikmatan dunia tidak lepas dari tiga
keadaan yaitu kecemasan sebelum meraihnya, keresahan pada saat meraihnya, dan
kesedihan setelah meraihnya.
Kedua, memandang akhirat sebagai sesuatu
yang pasti datang, kekal dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di
akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa
yang ada di dunia. Akhirat adalah sebagaimana yang difirmankan Allâh Azza wa
Jalla :
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Padahal kehidupan akhirat itu lebih
baik dan lebih kekal. [Al-A’la/87:
17]
Apabila seseorang lebih mengutamakan
sesuatu yang fana dan tidak sempurna, maka itu merupakan indikasi
ketidaktahuannya terhadap mana yang lebih utama atau jika dia tahu maka itu
merupakan indikasi dia tidak menginginkan sesuatu yang lebih utama tersebut.
Kedua hal ini menunjukkan lemahnya
iman, akal, dan hatinya. Sebab, orang yang mengejar dunia, berambisi
terhadapnya, dan lebih memprioritaskannya daripada akhirat, tidak luput dari
kondisi apakah ia percaya bahwa apa yang di akhirat itu lebih mulia, lebih
utama, dan lebih kekal daripada apa yang ada di dunia, ataukah ia tidak percaya
akan hal tersebut? Jika ia tidak percaya, berarti ia tidak mempunyai keimanan.
Tapi jika ia percaya namun tidak lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, maka
ia adalah orang yang akalnya rusak dan tidak pandai memilih yang terbaik bagi
diri sendiri.
Pembagian ini penting untuk
diketahui, mengingat bahwa setiap hamba tidak dapat terlepas dari salah
satunya. Dengan kata lain, orang yang lebih mengutamakan dunia daripada
akhirat disebabkan oleh dua faktor; pertama adalah rusaknya iman, dan yang
kedua adalah rusaknya akal. Sungguh, alangkah banyak orang yang mengalami
kedua hal tersebut.
Oleh sebab itu, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Beliau mencampakkan dunia di
belakang punggung mereka. Mereka memalingkan hati mereka dari dunia. Mereka
mengabaikannya dan tidak merasa nyaman dengannya. Mereka meninggalkannya dan
tidak mengejarnya. Bagi mereka, dunia adalah penjara, bukan surga, sehingga mereka
selalu bersikap zuhud dalam arti yang sebenarnya. Seandainya menginginkan
dunia, niscaya mereka akan mendapatkan apa yang disenangi dan mencapai apa yang
diinginkan.
Sungguh, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah ditawarkan kunci-kunci perbendaharaan dunia, tetapi Beliau
menolaknya. Dunia juga ditawarkan kepada para Sahabat Beliau n , namun mereka
tidak terpengaruh dan tidak menukar akhirat mereka dengannya. Mereka tahu bahwa
dunia hanya tempat melintas dan persinggahan, bukan tempat untuk tinggal dan
menetap.
Dunia adalah tempat kesedihan, bukan
tempat kebahagiaan. Dunia tak ubahnya seperti awan pada musim kemarau yang
membumbung di langit namun hanya sebentar lalu menghilang. Dunia seperti
khayalan (mimpi) sesaat yang belum juga kita puas menikmatinya, tiba-tiba
diumumkan untuk berangkat (menuju tempat tujuan).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَالِيْ وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا
وَالدُّنْيَا؟ إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ
تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Apalah artinya dunia ini bagiku?!
Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia
ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat
(sesaat) kemudian meninggalkannya[1]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
وَاللهِ مَا الدُّنْيَا فِـي
الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَـجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هٰذِهِ –
وَأَشَارَ يَحْيَ بِالسَّبَّابَةِ – فِـي الْيَمِّ ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ
تَرْجِـعُ ؟
Demi Allâh! Tidaklah
dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari
kalian meletakkan jarinya -Yahya (perawi hadits) berisyarat dengan jari
telunjuknya- ke laut, lalu lihatlah apa yang dibawa jarinya itu?[2]
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ
الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ
الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ
عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا
كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu
tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada
yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna
keindahannya, dan berhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti
menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya adzab Kami pada waktu
malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah
disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan
tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir. [Yûnus/10:24]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ
الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ
عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا ﴿٤٥﴾ الْمَالُ وَالْبَنُونَ
زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Dan buatkanlah untuk mereka
(manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan
dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian
(tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan
Allâh Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik
pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan. [Al-Kahfi/18:45-46][3]
Ada kabar mutawatir dari
ulama Salaf mengatakan, “Cinta dunia merupakan induk dari segala kesalahan
(dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari beberapa segi:
Pertama: Mencintai dunia berarti
mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina di mata Allâh Azza wa Jalla .
Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu yang direndahkan
oleh Allâh Azza wa Jalla .
Kedua: Allâh Azza wa Jalla mengutuk,
memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Karena itu,
barangsiapa mencintai apa yang dikutuk, dimurkai, dan dibenci oleh Allâh Azza
wa Jalla maka ia akan berhadapan dengan kutukan, murka dan kebencian-Nya.
Ketiga: Mencintai dunia berarti
menjadikan dunia sebagai tujuan dan menjadikan amal dan ciptaan Allâh Azza wa
Jalla yang seharusnya menjadi sarana menuju kepada Allâh Azza wa Jalla dan
negeri akhirat berubah menjadi kepentingan dunia. Sehingga ia membalik
persoalan dan memutar kebijaksanaan.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا
لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ
الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا
صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan
dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan
pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh balasan di
akhirat kecuali neraka. Dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Hûd/11: 15-16]
Keempat: Mencintai dunia membuat
manusia tidak sempat melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat
akibat kesibukannya dengan dunia.
Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia
sebagai cita-cita terbesar manusia.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ
فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ،
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَـهُ ، وَمَنْ كَانَتِ
الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ
قَلْبِهِ ، وَأَتَـتْهُ الدُّنْـيَا وَهِـيَ رَاغِمَـةٌ
Barangsiapa tujuan hidupnya
adalah dunia, maka Allâh akan
mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua
pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang
telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya
adalah negeri akhirat, Allâh Azza wa Jalla akan mengumpulkan urusannya,
menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan
hina.[4]
Keenam: Pecinta dunia adalah orang
yang paling banyak disiksa karena dunia, ia disiksa pada tiga keadaan. Ia
disiksa di dunia dalam bentuk usaha, kerja keras untuk mendapatkannya, dan
perebutan dengan sesama pecinta dunia. Dia disiksa di alam barzakh (kubur)
dan disiksa pada hari kiamat.
Ketujuh: Penggila harta dan pecinta
dunia yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat adalah orang yang paling
bodoh dan paling idiot. Sebab, ia lebih mengutamakan khayalan daripada
kenyataan, lebih mengutamakan tidur daripada terjaga, lebih mengutamakan
bayang-bayang yang segera hilang daripada kenikmatan yang kekal, lebih
mengutamakan rumah yang segera binasa dan menukar kehidupan yang abadi yang
nyaman dengan kehidupan yang tidak lebih dari sekedar mimpi atau bayang-bayang
yang segera hilang. Sesungguhnya orang yang cerdas tidak akan tertipu dengan hal-hal
semacam itu.[5]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata,
مُحِبُّ الدُّنْيَا لَا يَنْفَكُّ
مِنْ ثَلَاثٍ : هَمٌّ لَازِمٌ ، وَتَعَبٌ دَائِمٌ ، وَحَسْرَةٌ لَا
تَنْقَضِى.
Pecinta dunia tidak akan
terlepas dari tiga hal : kesedihan (kegelisahan) yang terus-menerus; kecapekan
(keletihan) yang berkelanjutan; dan penyesalan yang tidak pernah berhenti.[6]
Manusia diciptakan oleh Allâh Azza
wa Jalla untuk beribadah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agarmereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzâriyât/51:56]
Oleh karena itu wajib dia habiskan
waktunya untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Janganlah seorang Muslim
tertipu dengan dunia, sehingga dia lalai dan meninggalkan ibadah kepada Allâh
Azza wa Jalla . Rezeki dan ajal sudah ditentukan oleh Allâh Azza wa Jalla ,
meskipun demikian seorang Muslim wajib mencari nafkah sekedarnya untuk
kehidupan dia di dunia. Akan tetapi janganlah kesibukan dia dengan usaha,
dagang, kerja, dan lainnya itu membuat ia lalai dari mengingat Allâh Azza wa
Jalla .
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ
اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Wahai orang-orang yang
beriman!Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allâh.Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka
itulah orang-orang yang rugi.” [Al-Munaafiquun/63: 9]
Wajib diingat, bahwa kesibukan kita
dengan ibadah kepada Allâh dengan ikhlas dan itiiba’ serta
senantiasa bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla akan mendatangkan rezeki dan
menutup kefakiran. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Barangsiapa bertakwa kepada Allâh
niscaya Dia akan membukakan jalan keluar bagi-nya, dan Dia memberinya
rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya [Ath-Thalâq/65 : 2-3]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ ! تَفَرَّغْ
لِعِبَادَتِـيْ أَمْلَأُ صَدْرَكَ غِنًـى وَأَسُدُّ فَقْرَكَ ، وَإِلَّا تَفْعَلْ
مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
‘Wahai anak Adam! Curahkanlah
(gunakanlah) waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu
dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak
melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan
tutup kefakiranmu.’”[7]
Seorang Muslim dan Muslimah tidak
boleh tertipu oleh kehidupan dunia. Dan hendaklah ia mencurahkan waktunya untuk
beribadah kepada Allâh.
Banyak manusia yang terlalaikan
sehingga banyakwaktu yang terbuang sia-sia untuk mengejar dunia, waktu yang
digunakan mulai dari pagi hingga malamhanya untuk mengurusi dunia, seperti
mencari nafkah,dagang, kerja, lembur, mengerjakan tugas kantor. Sedangkan rizki
itu datangnya dengan pasti, setiap anak yang lahir itu sudah membawa rizki.
Akan tetapiyang belum pasti adalah keadaan kita dihadapan Allâhpada hari
Kiamat, apakah amal kita diterima atau tidak,apakah kita akan masuk surga atau
neraka. Oleh karena itu, jangan jadikan dunia ini sebagai tujuan.
Orang yang tujuannya dunia akan
dicerai beraikanurusannya dan dijadikan kefakiran di depan pelupukmatanya.
Sehingga ia selalu merasa kurang, tidakcukup, dan fakir, padahal Allâh telah
memberikan nikmat yang banyak. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ
فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ،
وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ
الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِهِ،
وَأَتَـتْهُ الدُّنْيَا وَهِـيَ رَاغِمَةٌ
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah
dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan
kefakiran di kedua pelupuk matanya,dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah
ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah
negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya,
menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam
keadaan hina.[8]
Akan tetapi dunia tidak akan datang
melainkan hanya seukuran apa yang telah Allâh Azza wa Jalla tentukan, meskipun
ia telah kerja dari pagi sampai larut malam. Adapun orang yang tujuannya adalah
akhirat, maka Allâh Azza wa Jalla kumpulkan seluruh urusannya, Allâh Azza wa
Jalla jadikan hatinya itu merasa cukup dengan rezeki yang Allâh Azza wa Jalla
berikan dan dunia akan datang dalam keadaan hina. Orang yang bahagia adalah
orang cukup dan puas dengan rezeki yang Allâh Azza wa Jalla berikan.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ
كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
Sungguh beruntung orang yang
masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan
apa yang Allâh berikan kepadanya[9]
Orang yang beriman dengan iman yang
benar, maka dia tidak suka dengan kedudukan dan jabatan, karena kecintaan
manusia kepada jabatan atau kepemimpinan akan membawa kepada kerusakan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Yang demikian
karena cinta kepada kepemimpinan (kedudukan/jabatan) merupakan sumber
kejahatan dan kezhaliman.”[10]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَاذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا
فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ
لِدِيْنِهِ
Dua serigala yang lapar yang dilepas
di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat rakus
manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.[11]
Di dalam hadits ini Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ketamakan manusia terhadap
harta dan jabatan pasti akan merusak agamanya. Ketamakan manusia kepada harta
dan kepemimpinan akan membawa kepada kezhaliman, kebohongan dan perbuatankeji.
Bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Na’uudzubillah
min dzalik (kita berlindung kepada Allâh dari sifat dan perbuatan demikian).
Orang-orang yang gila kepada harta,
kedudukan, jabatan, dan cinta kepada dunia mereka akan menyesal pada hari
kiamat, ketika mereka diberikan catatan amalnya dari sebelah kirinya. Semua
kekuasaan, jabatan, dan hartanya tidak bermanfaat di akhirat. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ
بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ ﴿٢٥﴾ وَلَمْ
أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ ﴿٢٦﴾ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ
الْقَاضِيَةَ ﴿٢٧﴾ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ﴿٢٨﴾ هَلَكَ
عَنِّي سُلْطَانِيَهْ
Dan adapun orang yang kitabnya
diberikan di tangankirinya, maka dia berkata, “Alangkah baiknya jika
kitabku(ini) tidak diberikan kepadaku.Sehingga aku tidak mengetahui bagaimana
perhitunganku,Wahai, kiranya (kematian)itulah yang menyudahi segala sesuatu.
Hartaku samasekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang
dariku.” [Al-Haqqah/69:25-29]
Oleh karena itu, seorang Muslim
harus zuhud terhadap dunia dan qanâ’ah (merasa puas dengan
rezeki yang Allâh karuniakan kepadanya). Setiap Muslim dan Muslimah harus
ingat, bahwa kita diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk beribadah kepada
Allâh Azza wa Jalla . Kita wajib meluangkanwaktu kita untuk ibadah kepada Allâh
Azza wa Jalla . Kalau kita sibukkan diri kita dengan ibadah, melaksanakan
ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka Allâh Azza wa Jalla akan
menutupi kefakiran kita. Janganlah kita disibukkan dengan dunia, dengan
angan-angan, cita-cita, main-main, senda gurau, dan menumpuk-numpuk harta yang
membuat kita tertipu dengan dunia.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Bentuk
penyia-nyiaan terbesar (yang banyak dilakukan oleh manusia–pent) yaitu ada dua dan keduanya
merupakan pokok segala penyia-nyiaan; pertama menyia-nyiakan hati, kedua
menyia-nyiakan waktu.“[12]
Banyak orang yang menyia-nyiakan
hatinya dengan lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. Padahal dunia ini
lebih jelek dari bangkai kambing, bahkan di sisi Allâh Azza wa Jalla dunia itu tidak
sebanding dengan sehelai sayap nyamuk. Dan hendaknya kita ingat bahwa dunia
adalah kehidupan yang menipu dan memperdaya hati manusia. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Setiap yang bernyawa akan merasakan
mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu.
Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia
orang yang sukses (menang). Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang
memperdaya.”[Ali ‘Imrân/3:185]
Hendaknya seorang Muslim zuhud
terhadap dunia dan pendek angan-angannya. Semua umur ini akan ditanya oleh
Allâh Azza wa Jalla . Oleh karena itu jangan sampai disibukkan dengan dunia dan
jangan disibukan dengan angan-angan kosong. Orang-orang kafir disibukan dengan
dunia dan disibukan dengan angan-angan yang kosong. Kita disuruh untuk
meninggalkan mereka, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla menyuruh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meninggalkan orang kafir. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا
وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Biarkanlah mereka (di dunia ini)
makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong)
mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya) [Al-Hijr/15:3]
Panjang angan-angan, merasa masih
berusia panjang adalah penyakit berbahaya dan kronis bagi manusia. Jika
penyakit ini menjangkiti seorang Muslim, maka itu akan membawa kepada indikasi
yang lebih serius. Misalnya ia mulai menjauhi perintah Allâh Azza wa Jalla ,
enggan bertaubat, cinta kepada dunia, lupa akan kehidupan akhirat yang abadi,
dan membuat hati menjadi keras. Allâhul Musta`ân.
Mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla
memberikan taufik kepada kita untuk zuhud terhadap dunia, tidak tamak kepada
dunia, tidak panjang angan-angan, tidak mengharapkan sesuatu pada apa yang ada
di tangan manusia. Mudah-mudahan Allâh memberikan kepada kita sifat qanâ’ah,
merasa cukup dan puas dengan apa yang Allâh Azza wa Jalla berikan, yang dapat
kita gunakan untuk melaksanakan ketaatan kepada Allâh dan menjauhkan
larangan-larangan-Nya. Mudah-mudahan Allâh memberikan keistiqamahan kepada kita
dalam menghadapi fitnah dunia, fitnah syahwat dan syubhat. Mudah-mudahan Allâh
memasukkan kita ke dalam Surga dan menjauhkan kita dari api Neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar